2021/03/12

The Power of DIPAKSA

Lebih dulu saya mesti menjelaskan, "dipaksa" (setidaknya, di dalam tulisan ini) berbeda makna dari "terpaksa".

  1. "Karena tak punya uang, terpaksa saya berjalan kaki sambil memanggul sekarung gaplek dari rumah sampai pasar." (Berjalan kaki menjadi keniscayaan, satu-satunya pilihan, tak ada kesanggupan lain pada diri saya.)
  2. "Gara-gara memecahkan kendi yang baru dibeli istri, saya dipaksa berjalan kaki dari pasar sampai rumah." (Berjalan kaki menjadi konsekuensi yang dipilih oleh pihak lain; sebenarnya ada kesanggupan lain pada diri saya.)
Di balik itu, tiba-tiba saya berhasil mengunyah lumat dua (calon) buku (untuk yang ini, tak usah saya tag nama; nanti malah viral). Masing-masing butuh waktu kurang dari 2 x 24 jam. Sebab apa gerangan? Lantaran saya DIPAKSA. Sebenarnya bukan dipaksa untuk membaca kedua manuskrip itu, melainkan "dipaksa" untuk "berbuat sesuatu" terhadap mereka—izinkan saya memperkenalkan pemakaian "mereka" sebagai pengganti benda jamak nonmanusia.

Jadi terkenang juga, pengalaman masa SMP. Tiap malam menjelang ada jadwal pelajaran IPS, saya berjibaku membaca salah satu di antara tiga buku: ekonomi, geografi, atau sejarah. Ketiga-tiganya bukan objek minat saya. Apa yang membuat saya rela bersusah payah membaca mereka? Kalau tidak membaca, di kelas hanya plonga-plongo. Pak Kardi—semoga Tuhan mengampuni dan merahmati beliau—suka membuat kami gelagapan. "Keluarkan kertas (kosong)! Tulis apa yang kamu baca tadi malam!" Begitu instruksi beliau, yang sering diulang dari hari ke hari.

Entah, masih ada berapa eksemplar buku yang tertumpuk di laci. Semua pemberian teman. Beberapa dikirim atas permintaan saya. Sebagian besar yang lain hadir atas kemurahhatian teman-teman. Mungkin saya disangka doyan membaca. Padahal, sejatinya saya ini pemalas. Atau, tepatnya: pembaca yang malas.

Untuk mendobrak kemalasan itu, saya sempat menghukum diri: menunda pengambilan buku pesanan sebelum lunas utang membaca seluruh buku yang sudah teronggok antre untuk dibuka. Tapi ternyata ulah ini berekses: penerima pesanan pontang-panting. Maafkan saya, Pak

, atas ketidaknyamanan akibat eksperimen saya. Masih ada satu hibah yang tertahan, sudah lebih lama bahkan. Kesempatan mampir juga sudah datang beberapa kali. Tapi saya tahan demi bersetia menjalani hukuman dari, oleh, dan untuk diri sendiri itu. Maafkan saya juga, Pakde
Parpal Poerwanto
.

Jadi teringat semasa sekolah. Mengakhiri kelas "Pemahaman Lintas Budaya (CCU = Cross Cultural Understanding)", Pak Guru memberikan tugas. Kami harus membedah komparasi antara dua budaya: manca vs domestik. Empat atau lima (saya lupa persisnya) buku seri mengenal negeri manca itu—oleh-oleh yang beliau bawa pulang selepas lulus doktor di negeri seberang—dipinjamkan. Lupa bagaimana prosesnya, saya ketiban sampur untuk medhar gagasan komparasi dua budaya itu di depan khalayak lintas jurusan. Simsalabim, lumat juga seluruh buku itu dalam kurun tak lebih dari seminggu. Itu rekor kecepatan saya membaca. Hebohnya lagi, salah satunya berisi sejarah peradaban bangsa manca itu. Ya, sejarah, sesuatu yang tak pernah singgah di etalase minat saya.

Boleh jadi, tugas-tugas yang memaksa saya membaca itu disengaja sebagai modus belaka. Motif sejatinya justru yang tersembunyi: agar saya membaca! Guru-guru bestari itu sebenarnya hanya hendak mengingatkan saya bahwa membaca itu tak pernah sia-sia. Pun mereka seperti berhasil membaca sifat saya: malas membaca. Atau, seperti tadi: pembaca yang malas. Bisa membaca, tapi malas.

Saya jadi curiga: jangan-jangan sifat ini bukan monopoli saya. Gek-gek banyak (sekalipun bukan kebanyakan) pembaca malas serupa saya. Kalau ya, berarti jurus memaksa orang membaca itu perlu disebartularkan.

Murid-murid perlu dipaksa membaca; oleh siapa? 
Pengasuh murid-murid perlu dipaksa membaca; oleh siapa?
Pengasuhnya pengasuh murid perlu dipaksa membaca; oleh siapa?
Siapa tahu, di antara sidang Pembaca ada yang berkedudukan sebagai salah satu "SIAPA" itu.

Ah, tulisan bertele-tele ini pun sesungguhnya hanya modus. Pesan yang tersembunyi: ayolah, Kawan ... paksa anak-anak asuhan Anda membaca. Terapkan aneka jurus, sesuka Anda.

*) Tulisan ini diadaptasi dari https://www.facebook.com/kangteguhgw/posts/4397766656917324

Tidak ada komentar:

Posting Komentar